Senin, 29 Desember 2014

Hakikat IPA (Karakteristik IPA dan Belajar IPA)



A.  Hakikat IPA

Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science; atau ilmu pengetahuan alam) adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan.Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.Dalam kamus Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai:“systematic and formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation and induction” (yang diartikan bahwa ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai: pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi).
Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11)Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran  Ilmu Pengetahuan Alam (biasa disingkat IPA).Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Pertanyaan klasik yang muncul apabila kita akan membahas mengenai sains, adalah apakah sains itu? Sains sebagai ilmu pengetahuan alam yang meliputi: fisika, kimia, dan biologi.

B.  Karakteristik IPA


IPA disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri khusus/karakteristik.
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini:

a.    IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.

  1. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
c.     IPA merupakan pengetahuan teoritis.
Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yangsatu dengan cara yang lain
d.    IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan.
Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
e.  IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap
 - Produk dapat berupa fakta (konsep), prinsip, teori, dan hukum.
Konsep yang berarti ide atau gagasan yang di simpulkan dengan fakta-fakta yang ada. Prinsip yaitu generalisasi dari suatu konsep yang saling berkaitan.Teori adalah generalisasi dari suatu konsep yang saling berkaitan, dan hukum yaitu pemikiran umum yang sudah terbukti kebenerannya melalui percobaan ilmiah.
 - Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah
 - Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
- Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Langkah-langkah Metode Ilmiah:
1)      Perumusan masalah
2)      Penyusunan hipotesis
3)      Pengujian hipotesis dengan eksperimentasi
4)      Penarikan kesimpulan

C.  Karakteristik Belajar IPA
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu di lakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya di lakukan dengan cara Inkuiri (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera seluruh proses berfikir dan berbagai macam gerakan otot. Belajar IPA di lakukan dengan berbagai macam cara (teknik) = observasi, eksprolasi, eksperimentasi. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat terutama untuk membantu alat pengamatan, hal ini di lakukan karena kemampuan alat indera manusia itu sangat terbatas. Selain itu, ada hal hal tertentu bila data yang kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan dengan indera akan memberikan hasil yang kurang objektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektifitas. Contoh : mengukur kelas dengan menggunakan meteran. Belajar IPA merupakan proses aktif
           

                                            Sumber            :Https://www.google.com/Hakikat IPA.

Pembelajaran Aktif dan SETS




Pembelajaran Aktif dan SETS


Pengertian SETS (Science, Environment, Technology, and Society)
Sets adalah kepanjangan dari sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Dasar pendekatan ini, setelah menggunakan pendekatan ini siswa akan memiliki kemampuan memandang suatu cara terintegrasi dengan memperhatikan keempat unsur, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pengetahuan. Urutan ringkasan pendekatan ini membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains (S-pertama) ke bentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua) diperukan pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental. Secara tidak langsung, hal ini menggambarkan arah pendekatan SETS yang relatif memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan (manusia).
Jadi, pendidikan SETS (Science, Environment, Technology, and Society), bukan pendidikan angan-angan atau di atas kertas saja, melainkan benar-benar membahas sesuatu yang nyata yaitu, bisa dipahami, dapat dilihat dan dibahas dan bisa dipecahkan jalan keluarnya. Dengan kata lain, pendekatan ini didefinisikan sebagai belajar dan mengajar mengenai sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Ini berarti bahwa peserta didik dalam pembelajarannya selain mempelajari teori tentang sains (ilmu pengetahuan) mereka juga menengok kehidupan nyata mereka yang berhubungan dengan teori yang dipelajari, sehingga akan berdampak positif dalam pemahaman peserta didik.
Maka, dengan pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society), hasil pembelajaran diharapkan mampu memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa dalam mengembangkan kehidupan sebagai manusia pribadi, anggota masyarakat, warga negara, sehingga siap untuk mengikuti pendidikan selanjutnya.
Adapun teori belajar yang digunakan dalam pendekatan SETS adalah konstruktivisme, behaviorisme, cognitive development, dan social cognitive.
Belajar berdasarkan konstruktivisme adalah “mengonstruk” pengetahuan. Belajar bermakna apabila peserta didik belajar mengkonstruksikan (membangun) pengetahuan, sikap, atau ketrampilannya sendiri.
Kegiatan konstruktivisme terlihat dalam pembelajaran dengan menggunakan SETS, peserta didik dituntut untuk bisa menghubungkaitkan antara unsur-unsur SETS. Ini bisa diawali dengan menggunakan contoh yang mereka alami sendiri atau yang mereka pahami mengenai kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan adanya pemahaman itu mereka bisa mengkonstruk (membangun) pengetahuan yang baru, salah satunya adalah melalui interaksi, baik dengan pendidik maupun antar peserta didik.
Selain itu teori yang menjadi landasan pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society), adalah cognitive development, atau sering diartikan dengan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf.
Teori yang terakhir yang digunakan dalam pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) adalah teori behaviorisme. Menurut teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar.
Dalam menerapkan teori behaviorisme, yang terpenting adalah para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran harus memahami karakteristik peserta didik dan karakteristik lingkungan belajar agar tingkat keberhasilan peserta didik selama kegiatan pembelajaran dapat diketahui. Tuntutan dari teori ini adalah pentingnya merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan spesifik supaya mudah dicapai dan diukur.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) menggunakan beberapa teori yang saling mendukung, sehingga terjadi keberhasilan dalam proses maupun hasil pembelajarannya.


Kelebihan diterapkan pendekatan SETS :
  1. Siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pengetahuan yang telah dimiliki.
  2. Melatih siswa peka terhadap masalah yang sedang berkembang di lingkungan mereka.
  3. Siswa memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan dengan mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik. 
  4. Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif

Kelemahan diterapkan pendekatan SETS
  1. Siswa mengalami kesulitan dalam manghubungkaitkan antar unsur-unsur dalam pembelajaran.
  2. Membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pembelajaran.
  3. Pendekatan SET hanya dapat diterapkan dikelas atas.
  4. Bagi guru yang tidak berwawasan luas kesulitan.
Penerapan Pendekatan SETS dalam pembelajaran.
Di dalam pembelajaran menggunakan pendekatan SETS siswa diminta menghubungkan antara unsur SETS. Yang dimaksudkan adalah siswa menghubung kaitkan antara konsep sains yang dipelajari dengan benda-benda berkenaan dengan konsep tersebut pada unsur lain dalam SETS, sehingga kemungkinan siswa memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam bentuk kelebihan maupun kekurangannya.

             Sumber          :Https://www.google.com/Pembelajaran aktif dan SETS




Kamis, 04 Desember 2014

History of my campus

Universitas PGRI Semarang didirikan oleh Pengurus Daerah Tingkat I PGRI Provinsi Jawa Tengah melalui Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) IKIP PGRI Jawa Tengah dan merupakan perubahan bentuk dari IKIP PGRI Semarang dengan Akademi Teknologi Semarang. Tujuan pendiriannya adalah untuk menyiapkan calon pemimipin yang unggul dan berkarakter kebangsaan sehingga dapat menjadi teladan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mencapai kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.  Dalam sejarah perkembangannya, perjalanan Universitas PGRI Semarang dapat dibagi dalam lima periode besar.
Periode pertama adalah periode perintisan kelembagaan (1981-1986). Periode ini ditandai dengan berdirinya IKIP PGRI Jawa Tengah padatanggal 23 Juli 1981 oleh Pengurus Daerah Tingkat I PGRI Provinsi Jawa Tengah di bawah kepemimpinan Drs. Is Riwidigdo. Beberapa tokoh pendirinya antara lain Taruna, S.H.; Drs. Is Riwidigdo; Drs. Karseno; Drs. R. Antonius Supardi Hadiatmodjo; Drs. Muhamad Oemar; Drs. Thomas Sabar Adiutomo; Drs. Abdul Latief Nawawi S.H.; Drs. Soeparjo; Ny. Widayati Sumiyatun Soeharto; dan Drs. Teddy Iskandi. Melalui SK Mendikbud No. 0395/0/1984 IKIP PGRI Jawa Tengah berubah menjadi STKIP PGRI Jawa Tengah.
Periode kedua adalah periode pembangunan kelembagaan (1987-1992). Pada periode ini, dibawah kepemimpinan Rektor Taruna, S.H., STKIP PGRI Jawa Tengah berubah nama menjadi  IKIP PGRI Semarang.
Periode ketiga adalah periode pembangunan akademik (1993-1997). Periode ini dibawah kepemimpinan Rektor Prof. Drs. Satmoko dengan fokus utama meningkatkan mutu dosen melalui program studi lanjut. Proses pembangunan akademik disempurnakan pada era kepemimpinan Prof. Drs. Sugijono, M.Sc. (1997-2001) yang memiliki enam program studi yaitu: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Pendidikan Bahasa Inggris (PBI), Pendidikan Matematika (Pend. Mat), Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn); dan Pendidikan Biologi (Pend. Bio). Keenam program studi tersebut diajukan pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dengan perolehan akreditasi B.
Periode keempat adalah periode pengembangan (2001-2009). Di bawah kepemimpinan Rektor Dr. Sulistiyo, M.Pd., IKIP PGRI Semarang yang sempat diwacanakan akan berubah menjadi universitas memantapkan diri untuk bertahan dengan bentuk IKIP. Euforia berbagai perguruan tinggi untuk mengubah nama justru membuat IKIP PGRI Semarang semakin fokus sebagai perguruan tinggi pencetak tenaga kependidikan. Pada masa ini, peningkatan tajam terlihat dengan melejitnya posisi IKIP PGRI Semarang sebagai 5 (lima) besar Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang paling diminati calon mahasiswa.
Masih dalam periode ini, seiring dengan masih banyaknya kekurangan guru, khususnya guru TK dan SD, pada tahun 2003, IKIP PGRI Semarang membuka program studi D-2 Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) dan tahun 2004 membuka program studi D-2 Pendidikan GuruSekolah Dasar (PGSD).Pada tahun 2009 program studi PGSD D-2 ditingkatkan ke jenjang S-1 dan program studi PGTK D-2 ditingkatkan ke jenjang S-1 dengan nama Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Bahkan, untuk mendukung program Gubernur Jawa Tengah tentang Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal, IKIP PGRI Semarang juga mengembangkan program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa.
Periode kelima (2009-sekarang) merupakan periode yang menekankan pada pendidikan karakter. Pada periode tersebut, IKIP PGRI Semarang di bawah kepemimpinan Rektor Dr. Muhdi, S.H. M.Hum. yang hingga saat ini terus mensosialisasikan metode pembelajaran pendidikan karakter pada anak didik. Berbagai kegiatan untuk mewujudkan terlaksananya pendidikan karakter terus digalakkan pada periode tersebut.Pada periode ini pula bergabung Akademi Teknologi Semarang (ATS) yang berdiri sejak tahun 1979 dalam pengelolaan YPLP PT PGRI Semarang dan selanjutnya pada tanggal 17 April 2014 melalui SK Mendikbud nomor 143/P/2014 ditetapkan penggabungan IKIP PGRI Semarang dengan ATS sebagai Universitas PGRI Semarang dengan 2 (dua) program studi S2, 13 (tiga belas) program studi S1 kependidikan, 7  (tujuh) program studi S1 teknik, dan 3 (tiga) program studi D3 teknik.